Senin, 17 Maret 2008

Gangguan Mental

TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN
Gangguan Skizofrenia
A. Pengkajian
1. Riwayat. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stresor pencetus dan data yang signifikan.
· Kerentanan genetic-biologik (riwayat keluarga)
· Peristiwa hidup yang menimbulkan stress
· Hasil pemeriksaan status mental
· Riwayat psikiatrtik dan keptuhan terhdap pengobatan di masa lalu
· Riwayat pengobatan
· Penggunaan obat dan alkohol
· Riwayat pendidkkan dan pekerjaan
2. Kaji klien untuk adanya gejala-gejala karakteristik
Pertanyaan pengkajian keperawatan

PERTANYAAN



GEJALA UMUM SKIZOFRENIA

* Mengindikasikan gejala-gejala negatif

3. Kaji sistem pendukung keluarga dan komunitas
· Pengaturan hidup saat ini dan tingkat pengawasan
· Keterlibatan dan dukungan keluarga
· Manajer kasus atau ahli terapi
· Pertisipasi dalam program pengobatan komunitas
4. Kaji pengetahuan dasar klien dan keluarga. Kaji apakah klien dan keluarganya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang :
· Gangguan skizofrenia
· Rekomendasi medikasi dan pengobatan
· Tanda-tanda kekambuhan
· Tindakan untuk mengurangi stres
5. Kaji klein untuk adanya efek samping medikasi antipsikotik
· Efek sistem pyramidal ( extrapyramidal system ;ESE,). Gunakan alat-alay tertentu, seperti skala AIMS atau skala neurological simpson, untuk melakukan pengkajian.
· Afek antikolinergik
· Efek kardiovaskuler

B. Diagnosis keperawatan
1. Analisis gejala positif dan negative
2. Analisis kekutan dan kelemahan klien, termasuk:
· Kemampuan mengurus diri
· Sosialisasi
· Komunikasi
· Menguji realitas
· Keterampilan pekerjaan
· Sistem pendukung
3. Analisis faktor-faktor yang meningkatkan resiko ekspresi perilaku yang tidak disadari, termasuk:
· Agitasi
· Marah
· Curiga
· Adanya halusinasi yang mengancam
4. Membentuk dan memprioritaskan diagnosis keperawatan bagi klien dan kelurganya.
· Harga diri rendah, kronis
· Koping keluarga tidak efektif : memburk
· Gangguan penetalaksaan pemeliaharan rumah
· Koping individu tidak efektif
· Kursng pengetshusn ( sebutkan)
· Penatalaksanaan tidak efektif progarm terapeutik : keluarga
· Penatalaksanaan tidak efektif progarm terapeutik : individu
· Ketidakpatuhan
· Perubahan kinerja peran
· Kurang perawatan diri ( sebutkan)
· Perubahan sensorik/persepsi: penglihatan, penedengaran , kinestetik, pengacapan, peraba, penciuman sebutkan)
· Perubahan proses berfikir
· Resiko kekerasan terhadap diri sendiri/orang lain.

C. Perencanaan dan identifikasi hasil
1. Tetapkan tujuan yang realistis bersama klien.
2. Tetapkan kriteria hasil yang diinginkan bagi klien dengan gangguna skizofrenia. Klien tersebut akan:
3. Tetapkan criteria hasil yang diinginkan bagi keluarga yang memilki anggota keluarga skizofrenia.

D. Implementasi
1. Kilen yang menarik diri dan isolasi
v Gunakan diri secara terapeutik.
v Lakukan interaksi yang terencana, singkat, sering dan tidak menuntut.
v Rencanakan kativitas sederhana satu-lawan-satu.
v Pertahankan konsistensi dan kejujuran dalam interaksi.
v Secara bertahap anjurkan klien untuk berinteraksi dengan teman-temannya dalam situasi yang tidak mengancam
v Berikan pelatihan keterampilan sosial.
v Lakukan berbagai tindakan untuk meningkatkan harga diri.
2. Klien menunjukkan perilaku regresif atau tidak wajar
v Lakukan pendekatan apa adanya terhadap perilaku aneh (jangan memperkuat perilaku ini).
v Perlakukan klien sebagai orangdewasa, waluapun ia mengalami regresi.
v Pantau pola makan klien; dan beri dukungan serta bantuan bila perlu.
v Bantu klien dalam hal higiene dan berdandan, hanya bila ia tidak dapat melakukannya sendiri.
v Berhati-hati dengan sentuhan karena dapat dianggap sebagai ancaman
v Buat jadwal rutin aktivitas hidup sehari-hari.
v Berikan pilhan sederhana dari dua hal bagi klien yang mengalami mabivalensi.
3. Klien dengan pola komunikasi tidak jelas
v Perthankan komunikasi anda sendiri agar tetap jelas dan tidak ambigu.
v Pertahankan konsistensi komunikasi verbal dan nonverbal anda.
v Klarifikasi setiapmakna yang ambigu atau tidak jelas berkaitan dengan komunikasi klien
4. Klien curiga dan kasar
v Bentuk hubungan profesional; terlalu ramah dapat diangap ancaman.
v Berhati-hati dengan sentuhan karena dapat dianggap sebagai ancaman.
v Berikan kontrol dan otonomi sebanyak mungkin kepada klien dalam batas-batas terapeutik.
v Ciptakan rasa percaya melalui interaksi singkat yang mengomunikasikan perhatian dan rasa hormat.
v Jalskan setiap pengobatan, medikasi dan pemeriksaan laboratorium sebelum memulainya.
v Jangan berfokus atau memperkuat ide curiga atau waham.
v Identifikasi dan berikan respons terhadap kebutuhan emosi yang mendasari kecurigaan atau waham.
v Lskuksn intervensi bila klien menunujjkan tanda-tanda peningkatan ansietas dan berpotensi mengkejspresikan perilaku yang tidak disadarinya.
v Berhati-hatilah untuk tidak berperilaku dengan cara yang dapat disalahartikan kilen.
5. Klien dengan halusinasi atau waham
v Jangan memfokuskan perhatian pada halusinasi atau waham. Lakukan interupsi terhadap halusinasi klien dengan memulai interaksi satu-lawan-satu yang didasarkan pada realitas.
v Katakan bahwa Anda tidak sependapat dengan persepsi klien, tetapi validasi bahwa anda percaya bahwa halusinasi tersebut nyata bagi klien.
v Jangan berargumentasi dengan klien tentang halusinasi atau waham.
v Berikan respons terhadap perasaan yang dikomunikasikan klien pada saat ia mengalami halusinasi atau waham.
v Alihkan dan fokuskan klien pada aktivitas yang terstruktur atau tugas berbasis realitas.
v Pindahkan klien ke tempat yang lebih tenang, yang kurang menstimulasi.
v Tunggu sampai klien tidak mengalami halusinasi atau waham sebelum memulai sesi penyuluhan tentang hal itu.
v Jelaskan bahwa halusinasi atau waham adalah gejala-gejala gangguan psikiatrik.
v Katakan bahwa ansietas atau peningkatan stimulus dari lingkungan, dapat menstimulasi timbulnya halusinasi.
v Bantu klien mengendalikan halusinasinya dengan berfokus pada realitas dan minum obat sesuai resep.
v Bila halusinasi tetap ada, Bantu klien untk mengabaikannya dan tetap bertindak dengan benar walaupun terjadi halusinasi.
v Ajarkan berbagai strategi kognitif dan katakan kepada klien untuk menggunakan percakapan diri (“suara-suara itu tidak masuk akal”) dan penghentian pikiran (“saya tidak akan memikirkan tentang hal ini”).
6. Klien dengan perilaku agitasi dan berpotensi melakukan kekerasan
v Observasi tanda-tanda awal agitasi; lakukan intervensi sebelum ia mulai mengekpresikan perilaku yang tidak disadarinya.
v Berikan lingkungan yang aman dan tenang; kurangi stimulus ketika klien mengalami agitasi.
v Jangan membalas klien bila klien berkata kasar; gunakan nada suara yang tenang. Berikan ruang pribadi dan hindari kontak fisik.
v Dorong klien untuk membicarakan, dan bukan melampiaskan perasaannya.
v Tawarkan obat seperlunya kepada klien yang mengalami agitasi.
v Isolasi klien dari lingkungan sosial klien bila agitasi meningkat.
v Tetapkan batasan-batasan perilaku yang tidak dapat diterima dan secara konsisten ikuti protokol institusi untk mengambil tindakan.
v Ikuti protokol institusi untuk menghadapi klien yang mengekspresikan perilaku yang tidak disadari.
v Pastikan bahwa semua anggota staf ada di tempat pada saat berupaya meredakan kekerasan yang dilakukan klien. Bila diperlukan restrein, laukan secara aman dan dengan sikap yang tidak menghukum, ikuti protokol dan berikan lingkungan yang aman.
7. Keluarga dari klien dengan gangguan skizofrenia
v Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mendiskusikan perasaan dan kebutuhannya.
v Bantu keluarga mendefinisikan aturan-aturan dasar tentang menghormati privasi orang lain dan hidup bersama.
v Anjurkan setiap anggota keluarga untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas.
v Anjurkan setiap anggota keluarga untuk terlibat dalam kegiatan kelompok pendukung.
v Bantu setiap anggota keluarga untuk mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas dan menyusun rencana strategi koping yang spesifik.
v Ajarkan pada keluarga tentang penyakit skizofrenia dan penatalaksanaannya.
Penyuluhan keluarga yang anggota keluarganya menderita skizofrenia
1. Ajarkan pada keluarga tentang skizofrenia :
Skizofrenia adalah gangguan otak yang memengaruhi semua aspek fungsional.
Tidak ada penyebab tunggal yang telah ditetapkan, tetapi penelitian menunjukkan bahwa penyebabnya, antara lain genetika, perubahan struktur dan kimia otak, serta berbagai faktor yang berkaitan dengan stress.
Gejala-gejalanya dapat mencakup mendengar suara-suara (halusinasi), keyakinan yang keliru (waham), berkomunikasi dengan cara yang sulit dipahami, serta fungsi okupasi dan sosial yang buruk.
Gejala-gejala dapat membaik, tetapi dapat juga kambuh terus seumur hidup.
2. Ajarkan pada keluarga tentang :
Obat-obatan antipsikotik yang digunakan; penting bagi klien untuk meminumnya sesuai resep.
Efek samping yang banyak terjadi dan dapat diatasi bila segera dilaporkan ke penyedia layanan kesehatan. (Berikan informasi spesifik mengenai obat klien).
Menindaklanjuti perawatan dengan ahli terapi atau manajer perawatan merupakan hal yang sangat penting.
3. Ajarkan pada keluarga tentang cara-cara mengatasi gejala klien :
Identifikasi berbagai kejadian yang secara tipikal mengecewakan klien dan memberikan bantuan ekstra sesuai kebutuhan.
Catat kapan klien menjadi marah dan lakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi ansietas.
Tindakan untuk mengurangi ansietas meliputi istirahat, teknik-teknik relaksasi, keseimbangan antara istirahat dan aktivitas, dan diet yang tepat.
Catat gejala-gejala yang ditunjukkan klien ketika ia sakit, dan bila ini terjadi anjurkan klien untuk menghubungi penyedia layanan kesehatan (bila ia menolak, Anda harus menghubungi sendiri penyedia layanan kesehatan tersebut).
Tidak menyetujui pernyataan klien tentang halusinasi atau waham; beri tahu tentang realitas, tetapi jangan berargumentasi dengan klien.
4. Informasi tambahan :
Ajarkan kepada keluarga tentang perawatan diri.
Anjurkan keluarga untuk membicarakan tentang perasaan dan kekhawatiran mereka dengan penyedia layanan kesehatan.
Anjurkan keluarga untuk mau mempertimbangkan bergabung dengan kelompok pendukung atau bantuan masyarakat.

E. Evaluasi hasil
1. Klien mengidentifikasikan perasaan internalnya terhadap ansietas dan menggunakan tindakan koping yang sudah dipelajarinya untuk mengurangi ansietas.
2. Klien dapat menjaga hygiene dirinya.
3. Klien mengikuti jadwal rutin untuk aktivitas hidup sehari-hari.
4. Klien menunjukkan perilaku yang tepat dalam situasi sosial.
5. Klien berkomunikasi tanpa menunjukkan pemikiran disosiasi.
6. Klien membedakan antara pikiran da perasaan yang distimulasi dari dalam dirinya dan yang distimulasi dari luar.
7. Klien menunjukkan berkurangnya atau terkendalinya cara berpikir magis, waham, halusinasi dan ilusi.
8. Klien menunjukkan perbaikan interaksi sosial dengan orang lain.
9. Klien menunjukkan afek yang sesuai dengan perasaan, pikiran, dan situasi.
10. Klien menunjukkan berkurangnya perasaan curiga, negatif dan marah.
11. Klien mengidentifikasi aspek-aspek positif pada dirinya.
12. Anggota keluarga menggunakan strategi koping yang efektif untuk mengatasi situasi yang menimbulkan ansietas.
13. Klien berpartisipasi dalam rencana pengobatan dan mau menindaklanjuti program pengobatan di komunitas.
14. Klien dan keluarga menggunakan pengetahuan tentang gangguan, program pengobatan, medikasi, gejala-gejala dan penatalaksanaan krisis secara berkelanjutan.

Psikoseksual

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN MASALAH PSIKOSEKSUAL

Pengertian Psikoseksual
Seksualitas dalam arti yang luas ialah semua aspek badaniah, psikologik dan kebudayaan yang berhubungan langsung dengan seks dan hubungan seks manusia. Seksologi ialah ilmu yang mempelajari segala aspek ini. Seksualitas adalah keinginan untuk berhubungan, kehangatan, kemesraan dan cinta, termasuk di dalamnya memandang, berbicara, bergandengan tangan. Seksualitas mengandung arti yang luas bagi manusia, karena sejak manusia hadir ke muka bumi ini hal tersebut sudah menyertainya.
Dengan demikian, maka seks juga bio-psiko-sosial, karena itu pendidikan mengenai seks harus holistik pula. Bila dititikberatkan pada salah satu aspek saja, maka akan terjadi gangguan keseimbangan dalam hal ini pada individu atau pada masyarakat dalam jangka pendek atau jangka panjang, umpamanya hanya aspek biologi saja yang diperhatikan atau hanya aspek psikologik ataupun sosial saja yang dipertimbangkan.

Kita membedakan beberapa pengertian yang berkaitan dengan psikoseksual yang meliputi:
1. Sexual identity (identitas kelamin)
Identitas kelamin adalah kesadaran individu akan kelaki-lakiannya atau kewanitaan tubuhnya. Hal ini tergantung pada ciri-ciri seksual biologiknya, yaitu kromosom, genitalia interna dan eksterna, komposisi hormonal, tetstis dan ovaria serta ciri-ciri sex sekunder. Dalam perkembangan yang normal, maka pola ini bersatu padu sehingga seorang individu sejak umur 2 atau 3 tahun sudah tidak ragu-ragu lagi tentang jenis seksnya.

2. Gender identity (identitas jenis kelamin)
Identitas jenis kelamin atau kesadaran akan jenis kelamin kepribadiannya merupakan hasil isyarat dan petunjuk yang tak terhitung banyaknya dari pengalaman dengan anggota keluarga, guru, kawan, teman sekerja, dan dari fenomena kebudayaan. Identitas jenis kelamin dibentuk oleh ciri-ciri fisik yang diperoleh dari seks biologik yang saling berhubungan dengan suatu sistem rangsangan yang berbelit-belit, termasuk pemberian hadiah dan hukuman berkenaan dengan hal seks serta sebutan dan petunjuk orangtua mengenai jenis kelamin. Faktor kebudayaan dapat mengakibatkan konflik tentang identitas jenis kelamin dengan secara ikut-ikutan memberi cap maskulin atau feminim pada perilaku nonseksual tertentu. Umpamanya minat seorang anak laki-laki pada kesenian atau pakaian dicap feminin oleh orangtuanya dan mungkin ia sendiri sudah menganggap demikian. Seorang gadis yang suka olahraga, bersaing, dan berdiri sendiri menjadi ragu-ragu bila ia dicap maskulin.

3. Gender role behaviour (Perilaku peranan jenis kelamin)
Perilaku peranan jenis kelamin ialah semua yang dikatakan dan dilakukan seseorang yang menyatakan bahwa dirinya itu seorang pria atau wanita, meskipun faktor biologik penting dalam mencapai peranan yang sesuai dengan jenis kelaminnya, faktor utama ialah faktor belajar. Bila suami-istri menjadi tua, maka hubungan seks memegang peranan penting dalam mempertahankan kestabilan perkawinan. Dorongan seksual wanita meningkat antara umur 30-40 tahun dan orgasme dapat saja dicapai sampai pada usia tua. Seorang pria dapat melakukan aktivitas seksual sampai umur tua juga. Faktor paling penting dalam mempertahankan seksualitas yang efektif ialah ekspresi seksual yang aktif secara tetap.

Teori Psikoseksual
1. Menurut Teori Libido Freud
Insting seksual dalam perkembangannya dari masa kanak-kanak menjadi dewasa melalui beberapa fase: oral, anal, falik, dan genital. Tiap fase didominasi oleh semua organ somatik. Bila pada suatu fase tertentu tuntutan tidak dipenuhi secara wajar, maka terjadilah fiksasi atau pemberhentian pada fase itu. Fiksasi pada fase oral berari bahwa selanjutnya sampai dewasa terdapat tuntutan-tuntutan akan pemuasan oral yang tak cocok dengan umur.

2. Teori Interpersonal
Memandang gangguan seksual sebagai manifestasi kekacauan hubungan anatara manusia yang dinyatakan dalam bidang seksual. Teori kebudayaan menganggap bahwa kepercayaan, adat istiadat, dan norma yang khas bagi suatu masyarakat tercermin dalam psikologi dan psikopatologi seseorang, juga dalam bidang seksual. Teori adaptasi mengatakan bahwa gangguan seksual ialah akibat ketakutan terhadap hubungan heteroseksual, bahwa ketakutan ini timbul karena pengalaman hidup yang jelek. Perilaku seksual yang patologik merupakan adaptasi pada ketakutan ini. Pendekatan lain terhadap perilaku seksual ialah penelitian sosiologik mengenai praktik seksual pria dan wanita, seperti telah dilakukan di Amerika Serikat oleh Kinsey.

3. Teori Biologis
Beberapa faktor organik telah diimplikasikan dalam etiologi dalam parafilia. Hal ini mencakup abnormalitas dalam sistem limbik otak, epilepsi lobus temporal, tumor lobus temporal, dan kadar androgen abnormal (Brarford dan McLean, 1984).

4. Teori Psikoanalitik
Pendekatan psikoanalitik mendefinisikan parafilia sebagai seseorang yang telah gagal dalam proses perkembangan normal ke arah penilaian heteroseksual (Abel, 1989). Hal ini terjadi saat individu tersebut gagal memecahkan krisis oedipal, dengan demikian mempertahankan perasaan-perasaan seksual pada orangtua yang berlawanan jenis kelamin dengan dirinya. Hal ini menghasilkan ansietas yang sangat memandu individu untuk mencari kepuasaan seksual dengan cara memberikan suatu ”pengertian yang aman” untuk orangtua (Becker dan Kovoussi, 1988).

Seksualitas Normal dan Penyesuaian Seks yang Sehat
Normal dalam hal ini diartikan sehat atau tidak patologik dalam hal fungsi keseluruhan. Perilaku seksual yang normal ialah yang dapat menyesuaikan diri, bukan saja dengan tuntutan masyarakat, tetapi juga dengan kebutuhan individu mengenai kebahagiaan dan pertumbuhan, yaitu perwujudan diri sendiri atau peningkatan kemampuan individu untuk menegmbangkan kepribadinnya menjadi lebih baik.
Penyesuaian diri seksual yang sehat ialah kemampuan memperoleh penagalaman seksual tanpa rasa takut dan salah, jatuh cinta pada waktu yang cocok dan menikah dengan partner yang dipilihnya serta mempertahankan rasa cinta kasih dan daya tarik seksual terhadap partner-nya. Partner-ya itu tidak mempunyai gangguan atau kesukaran yang serius yang dapat mengganggu, merusak atau meniadakan suatu hubungan bahagia.

1. Rentang Respon
Para pakar yang mendalami masalah seksual tidak setuju dengan tipe perilaku seksual yang disebut ”normal”. Ekspresi seksual merupakan rentang adaptif dan maladaptif.
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Perilaku seksual yang memuaskan dengan menghargai pihak lain
Gangguan perilaku seksual karena kecemasan yang disebabkan oleh penilaian pribadi atau masyarakat
Disfungsi penampilan seksual
Perilaku seksual yang berbahaya, tidak dilakukan di tempat tertutup atau tidak dilakukan antara orang dewasa


2. Rentang Perilaku Seksual
Respon seksual yang paling adaptif terlihat dari perilaku yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Terjadinya antara dua orang dewasa.
2) Memberikan kepuasan timbal balik bagi pihak yang terlibat.
3) Tidak membahayakan kedua belah pihak baik secara psikologis maupun fisik
4) Tidak ada paksaan.
5) Tidak dilakukan di tempat umum.
Respon perilaku seksual maladaptif meliputi perilaku yang tidak memenuhi satu atau lebih kriteria yang diuraikan terdahulu.

Tingkatan Respon Faaliyah Seksual
Pada pria dan wanita normal terdapat tingkat-tingkat perangsangan seksual dengan masing-masing tingkat disertai perubahan-perubahan faaliah yang khas.
1) Tingkat 1 (perangsangan):
Ditimbulkan oleh rangsangan psikologik (fantasi, kehadiran objek cinta) atau rangsangan faaliah (usapan, kecupan) atau gabungan keduanya. Terjadilah ereksi pada pria dan lubrikasi (pelumasan lendir) vaginal, keduanya dalam waktu 10 detik sejak rangsangan efektif dimulai. Puting susu menjadi tegang, seperti pada wanita. Klitoris menjadi keras dan bengkak serta labia mayora dan minora menjadi tebal. Fase perangsangan dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam.

2) Tingkat 2 (dataran):
Bila rangsangan berlangsung terus, testis menjadi lebih besar 50% dan terangkat, seperti bagian bawah vagina mengecil (dikenal sebagai ”panggung orgasmik”, ”orgasmic platform”. Klitoris terangkat dan masuk ke belakang sismfisis pubis sehingga tidak mudah dicapai. Buah dada wanita bertambah besar 25%. Timbul gerakan-gerakan volunter kelompok-kelompok otot besar. Fase dataran berlangsung 30 detik sampai beberapa menit.

3) Tingkat 3 (orgasme):
Pada pria orgasme timbul sebagai ”reflek bersin” yang tidak dapat ditahan dan diikuti dengan penyemprotan sperma. Terjadi 4-5 kali spasme ritmik pada prostat, vesika, seminalis, vas deferens, dan uretra dalam interval 0,8 detik. Pada wanita terjadi 3-12 kali kontraksi ”panggung orgasmik” dan uterus berkontraksi secara tetanik yang terjadi dari fundus ke servix dengan interval 0,8 detik.
Pada kedua seks timbul kontraksi involunter pada sfinkter ani interna dan eksterna. Terdapat juga gerakan-gerakan volunter dan involunter pada kelompok otot besar, termasuk otot muka (grimas) dan spasme karpopedal. Tekanan darah naik dengan 20-40 mm (sistolik dan diastolik) dan denyutan jantung meningkat sampai 120-160 per menit. Orgasme berlangsung 3-15 detik dengan kesadaran yang sedikit berkabut.
Kemampuan orgasme pada pria paling tinggi pada kira-kira umur 18 tahun (6-8 kali orgasme dalam waktu 24 jam) dan pada wanita sekitar umur 35 tahun terutama sesudah melahirkan anak (mungkin karena berkurangnya hambatan psikologik). Pada pria sesudah berumur 30 tahun sering kemampuan orgasme menjadi satu kali dalam 24 jam.
Orgasme merupakan betul-betul suatu pengalaman psikofisiologik dengan perasaan subjektif mengenai suatu puncak reaksi fisik terhadap rangsangan seksual dan dengan suatu masa singkat pembebasan fisik dari pembendungan pembuluh darah dan ketegangan otot yang tertimbun sewaktu fase.
Orgasme pada wanita sama saja, tidak ada hubungan dengan cara dan daerah rangsangan. Ternyata orgasme vaginal tidak berbeda dari orgasme klitoris. Secara anatomik dan fisiologik hanya terdapat satu macam orgasme, yaitu, kontraksi ritmik pada sepertiga bagian bawah vagina.
Kekuatan nafsu seksual Sangat bervariasi menurut umur, jenis kelamin, dan keadaan individu, pada pria dewasa yang normal biasanya dua atau tiga kali seminggu, wanita mempunyai potensi orgasme yang lebih besar.

4) Tingkat 4 (resolusi):
Dalam fase penyelesaian atau resolusi (resolution) terjadi pengaliran darah ke luar dari genitalia sehingga badan kembali ke dalam keadaan istirahat. Jika terjadi orgasme, maka resolusi cepat, jika tidak, maka resolusi berlangsung 2-4 jam dengan rasa nyeri pada genitalia dan iritabilitas.
Resolusi yang berhasil pada kedua sex ditandai dengan perasaan sejahtera, senang dan lega serta reaksi pengeluaran keringat di seluruh badan.
Periode refrakter: sesudah orgasme, pria mengalami periode refrakter selama beberapa menit sampai berjam-jam lamanya. Selama masa ini ia tidak dapat dirangsang untuk orgasme lagi. Periode refrakter bertambah panjang dengan bertambahnya usia.
Pada wanita tidak terdapat periode refrakter, sehingga wanita mampu mencapai orgasme ganda berturut-turut. Beberapa wanita mencapai 20 sampai 30 orgasme bila rangsangan berlangsung terus.
Sumber:
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Selasa, 11 Maret 2008

welcome to my blog

hai....temen -temen ne baru testing